Posted in

Studi Tentang Solidaritas Sosial dalam Masyarakat Tradisional dan Modern

Studi tentang Solidaritas Sosial dalam Masyarakat Tradisional dan Modern: Teori Durkheim, Gotong Royong,
Studi tentang Solidaritas

Pendahuluan: Mengapa Solidaritas Sosial Masih Penting?

Solidaritas sosial adalah perekat yang membuat masyarakat tetap utuh. Tanpa solidaritas, masyarakat hanya menjadi kumpulan individu yang hidup berdampingan tetapi tidak saling terhubung.

Konsep ini pertama kali dipopulerkan oleh Émile Durkheim, salah satu bapak sosiologi modern. Ia membedakan dua bentuk solidaritas: mekanik dan organik, yang lahir dari dua jenis masyarakat berbeda.

Namun, di Indonesia—dengan kekayaan budaya, gotong royong, dan digitalisasi yang cepat—konsep solidaritas mengalami dinamika unik.
Artikel ini membahas teori dasar Durkheim, perbedaan masyarakat tradisional dan modern, contoh gotong royong vs individualisme, dan bagaimana media sosial kini memperkuat sekaligus melemahkan solidaritas sosial.


Solidaritas Mekanik: Dasar dari Masyarakat Tradisional

Menurut Durkheim, solidaritas mekanik muncul dalam:

  • masyarakat homogen
  • struktur sosial sederhana
  • nilai & kepercayaan seragam
  • ikatan kekerabatan kuat
  • pembagian kerja minimal

Ciri utamanya adalah:
kesamaan mengikat masyarakat.

Contoh dalam masyarakat Indonesia:

  1. Gotong Royong Pedesaan
    Desa-desa di Jawa, Bali, Sumatra, dan Kalimantan masih memiliki tradisi kerja bersama seperti:
    – membangun rumah → “mapalus”, “maro”, “nyumbang”, “mengayar”
    – panen bersama
    – upacara adat
    – ronda malam
  2. Kuatnya norma sosial
    Warga cenderung memegang teguh nilai bersama dan saling menegur jika ada yang melanggar.
  3. Hubungan keluarga yang kolektif
    Keluarga besar menjadi unit sosial terpenting.

Solidaritas mekanik kuat karena berbasis kesamaan nilai dan kedekatan emosional.


Solidaritas Organik: Identitas Masyarakat Modern

Solidaritas organik berkembang dalam:

  • masyarakat besar
  • beragam secara sosial & budaya
  • pembagian kerja kompleks
  • peran profesional
  • sistem ekonomi modern

Intinya:
masyarakat modern terikat bukan karena sama, tetapi karena saling membutuhkan.

Contoh dalam konteks Indonesia modern:

  1. Kehidupan kota besar
    Jakarta, Surabaya, Bandung—masyarakatnya heterogen dan fungsi sosial dipisah-pisah: guru, dokter, kurir, programmer, akuntan, dll.
  2. Ketergantungan pada profesional lainnya
    Tidak semua orang bisa menanam padi, memperbaiki listrik, atau membuat aplikasi.
  3. Tumbuhnya individualisme
    Peran keluarga besar melemah, digantikan struktur profesional & ekonomi.

Solidaritas organik lemah secara emosional, tetapi kuat secara fungsional.


Gotong Royong vs Individualisme: Pergeseran Nilai Sosial Indonesia

Indonesia selama ratusan tahun dikenal sebagai bangsa kolektivistik dengan budaya gotong royong.

Namun modernisasi membawa transformasi besar:

Gotong Royong (Tradisional):

  • berdasarkan kedekatan sosial
  • tanpa imbalan ekonomi
  • menjaga harmoni
  • solidaritas berbasis hubungan langsung

Individualisme (Modern):

  • keputusan berdasar pilihan pribadi
  • orientasi pada karier & prestasi
  • otonomi lebih tinggi
  • hubungan sosial lebih longgar

Faktor pendorong individualisme di Indonesia:

  1. urbanisasi
  2. pendidikan modern
  3. ekonomi pasar
  4. kompetisi kerja
  5. digitalisasi komunikasi
  6. tekanan gaya hidup urban

Masyarakat kota semakin sibuk, hubungan antar tetangga semakin renggang, dan kontak sosial banyak bergeser ke dunia digital.


Dampak Teknologi dan Media Sosial terhadap Solidaritas Sosial

Teknologi digital menciptakan ambivalensi: memperkuat solidaritas dalam beberapa hal, tetapi melemahkannya dalam hal lain.


1. Media Sosial Merevitalisasi Solidaritas Digital

Di beberapa aspek, media sosial memperkuat solidaritas:

a. Crowdfunding Kebaikan

Platform seperti Kitabisa menunjukkan bahwa gotong royong digital sangat kuat:

  • bantuan bencana
  • pengobatan warga
  • penggalangan dana sosial

Ini menciptakan solidaritas organik versi digital.

b. Komunitas Online

Kelompok hobi, komunitas belajar, volunteer digital—semua berkembang pesat.

c. Mobilisasi Massa

Aksi solidaritas untuk isu kemanusiaan atau lingkungan sering dimulai dari ruang digital.


2. Tetapi Teknologi Juga Melemahkan Solidaritas Sosial

a. Echo Chamber dan Polarisasi

Media sosial memisahkan kelompok berdasarkan minat politik atau identitas.
Alih-alih memperkuat kohesi sosial, algoritma justru memperlebar jarak sosial.

b. Hubungan sosial menjadi superfisial

Interaksi cepat (likes, comments) menggantikan interaksi mendalam.

c. Individualisme digital

Masyarakat cenderung:

  • sibuk dengan gadget
  • tidak mengenal tetangga
  • lebih fokus membangun citra pribadi

d. Hilangnya ruang publik fisik

Dulu: pasar, balai desa, pos ronda.
Kini: semuanya pindah ke grup WhatsApp dan TikTok.

Ini membuat solidaritas mekanik semakin melemah.


Relevansi Teori Durkheim untuk Indonesia Masa Kini

Meskipun lahir pada abad ke-19, teori Durkheim tetap relevan untuk membaca transformasi sosial Indonesia.

1. Masyarakat Indonesia tidak 100% mekanik atau organik

Banyak desa telah masuk ke struktur modern, tapi nilai gotong royong masih hidup.

2. Era digital menciptakan “solidaritas baru”

Solidaritas digital → membantu orang yang tidak dikenal, tanpa hubungan kekerabatan.

3. Masyarakat modern butuh “perekat sosial baru”

Nilai kebersamaan harus dipertahankan melalui:

  • literasi digital
  • ruang komunikasi positif
  • kolaborasi komunitas
  • forum offline dan online yang sehat


Contoh Nyata: Solidaritas di Indonesia Kontemporer

1. Bencana Alam

Solidaritas masyarakat masih luar biasa kuat, baik offline maupun online.

2. Gerakan Sosial Digital

Tagar solidaritas di X/Twitter sering menjadi mobilisasi cepat.

3. Komunitas Relawan

Banyak gerakan spontan muncul berbasis jaringan online.


Kesimpulan: Solidaritas Indonesia dalam Bayang-Bayang Modernisasi Digital

Solidaritas mekanik ala masyarakat tradisional Indonesia—yang tercermin dalam gotong royong—masih bertahan, tetapi menghadapi tantangan dari modernisasi, urbanisasi, dan teknologi digital.

Di sisi lain, masyarakat modern menciptakan solidaritas baru: solidaritas organik, solidaritas berbasis interdependensi profesional, dan solidaritas digital melalui platform sosial.

Namun, tantangan besar muncul:

  • individualisme
  • polarisasi digital
  • weakened community ties

Karena itu, masa depan solidaritas Indonesia bukan memilih antara tradisional atau modern, tetapi mencari keseimbangan.

Seperti kata Durkheim:
“Solidaritas adalah hasil konstruksi sosial yang terus diperbarui.”

Dan di Indonesia, pembaruan itu terjadi melalui interaksi antara gotong royong, modernitas, dan budaya digital.


Sumber & Referensi:

  • Émile Durkheim, The Division of Labor in Society
  • BRIN, Social Capital and Digital Society Indonesia (2024)
  • LIPI, Gotong Royong dan Modernisasi di Pedesaan
  • Kompas Riset, Solidaritas Sosial dan Media Digital (2023)
  • Puslit Sosek UGM, Individualisme dan Urbanisasi Indonesia