×

Pengaruh Perubahan Sosial terhadap Pola Interaksi Masyarakat Modern di Era Digital

Pengaruh Perubahan Sosial terhadap Pola Interaksi Masyarakat Modern di Era Digital

Pendahuluan: Arus Teknologi dan Pergeseran Sosial

Perubahan sosial merupakan keniscayaan dalam kehidupan manusia. Namun, dalam dua dekade terakhir, laju perubahan itu melonjak pesat akibat kemajuan teknologi dan media digital. Jika dulu interaksi sosial berlangsung tatap muka di ruang publik, kini percakapan berpindah ke layar ponsel dan ruang virtual. Fenomena ini menandai lahirnya masyarakat digital — komunitas yang hidup, bekerja, dan berinteraksi melalui jaringan teknologi.

Sosiolog Indonesia, Prof. Selo Soemardjan, mendefinisikan perubahan sosial sebagai “perubahan pada lembaga kemasyarakatan yang memengaruhi sistem sosial, termasuk nilai, sikap, dan pola perilaku individu dalam masyarakat.” Definisi ini kini terasa semakin relevan, terutama ketika media sosial seperti Instagram, TikTok, dan X (Twitter) mengubah cara manusia mengekspresikan diri dan membangun hubungan sosial.


Perubahan Sosial dalam Perspektif Digital

Dalam konteks modern, perubahan sosial tidak hanya disebabkan oleh faktor ekonomi atau politik, tetapi juga oleh revolusi digital. Data We Are Social 2025 menunjukkan bahwa lebih dari 80% penduduk Indonesia aktif menggunakan media sosial setiap hari. Angka ini mencerminkan pergeseran mendasar dalam cara masyarakat membangun makna sosial dan identitas diri.

Menurut Dr. Nurul Huda, Sosiolog dari Universitas Indonesia, teknologi digital telah melahirkan bentuk interaksi baru yang bersifat cepat, horizontal, dan tanpa batas. Ia menjelaskan bahwa, “media sosial menciptakan ruang sosial alternatif yang memungkinkan setiap individu menjadi aktor sosial tanpa batasan geografis.” Artinya, kehadiran fisik bukan lagi syarat utama untuk menjalin hubungan sosial.


Transformasi Pola Interaksi: Dari Tatap Muka ke Layar Digital

Perubahan sosial yang paling terasa ialah pergeseran pola interaksi masyarakat. Dalam masyarakat tradisional, hubungan sosial dibangun atas dasar kedekatan emosional, nilai kolektif, dan interaksi langsung. Namun kini, masyarakat modern lebih banyak berinteraksi melalui pesan singkat, komentar, atau emoji.

Menurut survei Badan Pusat Statistik (BPS, 2024), 72% responden usia 18–35 tahun menyatakan bahwa komunikasi digital telah menggantikan interaksi tatap muka dalam kehidupan sehari-hari. Di satu sisi, hal ini mempercepat pertukaran informasi dan memperluas jaringan sosial. Namun di sisi lain, muncul fenomena social isolation — keterasingan sosial di tengah konektivitas digital yang justru tinggi.


Media Sosial dan Pembentukan Identitas Diri

Media sosial juga berperan besar dalam pembentukan identitas sosial. Masyarakat kini menampilkan citra diri digital yang sering kali berbeda dari realitas sehari-hari. Fenomena ini dikenal sebagai “kurasi diri digital”, di mana individu memilih bagian terbaik dari hidupnya untuk ditampilkan kepada publik.

Dalam riset Pusat Kajian Komunikasi Universitas Padjadjaran (2023), disebutkan bahwa 68% pengguna media sosial di Indonesia mengaku merasa tekanan sosial untuk terlihat “sempurna” secara daring. Hal ini menandakan perubahan nilai sosial: identitas bukan lagi sekadar hasil interaksi sosial langsung, melainkan konstruksi digital yang dapat diatur dan dimanipulasi.


Perubahan Nilai Sosial dan Budaya Komunikasi

Teknologi digital juga menggeser nilai dan norma sosial. Dalam masyarakat modern, kecepatan sering kali lebih dihargai daripada kedalaman. Interaksi berbasis algoritma membentuk budaya komunikasi instan, di mana perhatian pengguna menjadi komoditas utama.

Sosiolog Dr. Imam Budi Santosa dari Universitas Gadjah Mada menyoroti fenomena ini sebagai bentuk “modernitas cair” — istilah yang menggambarkan bagaimana relasi sosial menjadi lebih fleksibel namun rapuh. Ia berpendapat, “dalam masyarakat digital, hubungan sosial mudah terbentuk namun juga mudah hilang karena tidak ditopang oleh komitmen emosional yang kuat.”


Tantangan Sosial di Era Digital

Perubahan sosial akibat teknologi tidak selalu membawa dampak positif. Ada tiga tantangan utama yang muncul:

  1. Dehumanisasi Interaksi: Hubungan sosial menjadi lebih dangkal karena berkurangnya kontak emosional langsung.
  2. Disinformasi dan Polarisasi: Media digital membuka ruang bagi penyebaran informasi palsu yang memperburuk konflik sosial dan politik.
  3. Ketimpangan Digital: Akses terhadap teknologi belum merata, menciptakan jurang baru antara kelompok “melek digital” dan “tertinggal digital.”

Data Kominfo (2024) menunjukkan bahwa 22% penduduk Indonesia di daerah rural belum memiliki akses stabil ke internet, sementara di perkotaan penetrasinya mencapai 96%. Ini memperlihatkan adanya ketimpangan yang berpotensi memperluas kesenjangan sosial.


Strategi Adaptasi: Literasi Digital dan Etika Sosial Baru

Untuk menghadapi perubahan sosial ini, masyarakat perlu mengembangkan literasi digital — kemampuan memahami, menilai, dan menggunakan teknologi secara kritis. Pemerintah melalui program Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi telah mendorong peningkatan kesadaran etika digital sejak 2020.

Selain itu, lembaga pendidikan juga memiliki peran penting dalam membentuk sikap sosial yang adaptif terhadap teknologi. Kurikulum Merdeka yang diperkenalkan oleh Kemendikbudristek pada 2022, misalnya, menekankan pentingnya kompetensi sosial dan digital bagi peserta didik.


Kesimpulan: Menyongsong Masyarakat Digital yang Beretika

Perubahan sosial yang dipicu oleh teknologi digital adalah keniscayaan. Ia membawa kemudahan dan inovasi, namun juga tantangan baru bagi struktur sosial dan hubungan antarindividu. Oleh karena itu, membangun masyarakat digital yang beretika, inklusif, dan berempati menjadi agenda penting di masa depan.

Sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Eriyanto, ahli komunikasi Universitas Indonesia, “teknologi hanyalah alat; yang menentukan arah perubahan sosial tetap manusia.” Maka dari itu, keberhasilan kita dalam menavigasi era digital akan sangat bergantung pada sejauh mana kita mampu menyeimbangkan kemajuan teknologi dengan nilai-nilai kemanusiaan.


Sumber & Referensi:

  • Prof. Selo Soemardjan, Sosiologi Perubahan Sosial (UI Press, 2002)
  • BPS Indonesia, Survei Sosial Ekonomi Nasional (2024)
  • Kominfo, Laporan Transformasi Digital Nasional (2024)
  • Dr. Nurul Huda (Universitas Indonesia), wawancara Kompas Riset 2024
  • Dr. Imam Budi Santosa (UGM), Jurnal Sosioteknologi Vol. 23 (2023)
  • GNLD Siberkreasi, Laporan Literasi Digital Indonesia (2024)